Ada Kejanggalan Pada Proyek Rehabilitasi Pasar Tingkat Binaya Masohi. “Diduga Ada Korupsi Berjamaah”
Kabaresijurnalis.com, Maluku Tengah– Ada sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan Proyek Rehabilitasi Pasar Tingkat Binaya Masohi, yang dulunya Masohi Plsa (Maplas). Hal ini wajar jika tim dari Satuan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Kepolisian Daerah Maluku (Polda), beserta ahli turun ke lokasi proyek untuk melakukan pemeriksaan.
Paslanya, dari hasil penulusuran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pusat Kajian Strategis dan Pengembangan Sumberdaya Maluku (Pukat Seram), menemukan beberapa kejanggalan dari Proyek Rehabilitasi Pasar Tingkat Binaya Masohi, yang menjurus pada dugaan korupsi berjamaah oleh pihak-pihak yang terlibat dalam proses menyediaan proyek.
“Proyek ini dimulai dengan kontrak Nomor: 20/SP/PSR-TK.BNY/XII/2020 tertanggal 22 Desember 2020 dengan lama pekerjaan 350 hari, demikian halnya tertulis dalam papan yang dipajang di lokasi proyek. Menjadi soal, mengapa Pemda dan DPRD membuat proyek rehabilitasi di akhir tahun 2020 disaat daerah dihantam Pandemi Covid-19.” Hal ini disampaikan Ketua LSM Pukat Seram Fahry Asyatri, kepada kabaresijurnalis.com, Selasa, (28/6/22), di Masohi.
“Kan aneh, tahun 2020 Pemerintah Daerah Maluku Tengah butuh anggaran besar untuk penanganan Covid-19 dan keselamatan masyarakat, kok justru uang negara digelontorkan untuk merehab gedung Pasar Tingkat Binaya Masohi. Apa-apaan itu, artinya ada dugaan kuat mereka sudah usulkan paket ini sejak 2019 lalu dan deal, kemudian ditaruh di akhir tahun yakni desember 2020, ini kejanggalan,” ungkapnya.
Kejanggalan yang lain kata Fahry, selang 57 hari sejak 22 desember 2020, tepat tanggal 17 Februari 2021 tiba-tiba dilakukan CCO atau adendum kontrak 01 dengan Nomor: 20/ADD.01/PSR-BNY.TK/II/2021, sehingga hal ini menjadi pertanyaan.
“Pertanyaannya, apa alasan mendasar atau pertimbangan teknis apa sehingga dibuatnya adendum kontrak. Artinya kita menduga perencanaannya tidak akuntabel sehingga baru mulai kerja, belum sampai dua bulan sudah dilakukan adendum dari kontrak induk atau kontrak awal,” Tanya Asyatri.
“Diketahui bahwa pada dokuemen adendum kontrak, tiba-tiba masa pekerjaan berubah dari tanggal 22 Desember 2020 ke tangga 4 Januari 2021 dan berakhir di 20 Desember 2021, tertera masa pekerjaan selama 360 hari. Padahal faktanya dari tanggal 4 Januar hingga 20 Desember 2021 adalah 351 hari, bukan 360 hari,” ujarnya.
Kejanggalan yang laian lanjut Fahry bahwa, bila proyek ini proyek tahun jamak dari 2020-2021, sedangkan faktanya proyek ini cuma rehabilitasi, ko paling aneh bisa memakan waktu hingga 351 hari namun tertulis 360 hari kalender.
“Apa alasan teknis dan alasan mendasar hingga proyek ini dibuat dalam tahun jamak dan anehnya usulan ini disetujui oleh DPRD Malteng. Alasannya apa, tentu sangat janggal mengingat Pasar Tingkat Binaya Masohi itu hanya rehabilitasi dengan beberapa item yang dikerjaka,” tandasnya.
Sesuai hasil penulusuran Pukat Seram, beberapa item yang dikerjakan dengan begitu fantastis, antara lain yakni. Pekerjaan pasang tehel lantai satu hingga lantai tiga dengan tangga, total anggaran Rp. 2.749.366.014. Harga satuannya hingga Rp. 372.657 per meter persegi dengan tehel ukuran 60×60, bukan granit. Pekerjaan plafon tebal 9 mili untuk lantai satu hingga tiga, total Rp. 1.286.785.856, dengan harga satuan per meter persegi Rp.194.177.
Kemudian pekerjaan pemasangan ACP total dari lantai satu hingga empat dan tampak depan memakan anggaran Rp. 1.498.275.497 dengan harga satuan Rp.1.149.593. Pekerjaan instalasi lantai satu hingga tiga, total untuk lantau satu Rp.118.382.821, lantai dua Rp. 124.038.892, lantai tiga Rp. 103.351.809, dengan total anggaran Rp. 415.773.522.
Selanjutnya pekerjaan pemasangan Pintu Harmonika untuk lantai satu sebesar Rp. 172.935.000. Pekerjaan pengecatan lantai satu hingga empat dengan anggaran Rp.528.412.605. Pekerjaan baja lantai empat dengan total anggaran Rp.1.268.334.384. Pekerjaan bongkaran, lantai satu memakan anggaran Rp. 81.774.504, bongkar dinding kios lantai satu juga menguras anggaran sebesar Rp. 151.646.063, bongkar pintu rolong door lantai satu menguras Rp. 72.633.869, bongkar keramik lantai dua sebesar Rp. 71.522.857 hingga pembongkaran lainnya menguras setidaknya lebih dari Rp. 570 juta.
“Pada gambar awal terdapat eskalator di lantai satu namun dirubah dengan tangga beton biasa, sedangkan lantai empat yang tadinya dirancang dalam gambar ada Bioskop 21, ini juga dihilangkan entah apa alasan teknisnya. Ini yang mencurigakan sehingga perencanaan proyek ini perlu diusut sampai sedetail mungkin, siapa yang mengaturnya, kemana pencairan uang proyek perencanaannya, apakah masuk di rekening perusahan atau ke orang pribadi dan kemungkinan lain terjadi,” tutup Fahry. (KJ.01)