Asal-usul Munculnya Istilah ‘Toxic’
KabaresiJurnalis – Kata toxic kini bergeser menjadi masalah sosial atau masalah hubungan yang bisa dialami orang. Kata toxic yang berarti racun dalam bahasa Inggris tak hanya racun yang bisa membunuh ketika dikonsumsi, tapi jadi istilah racun dalam hubungan personal atau kelompok.
Tapi dari mana asal-usul kata toxic ini jadi kata populer untuk menggambarkan kepribadian seseorang?
Psikolog dari Universitas Indonesia Rose Mini Agoes Salim menyebut istilah toxic sebenarnya belum masuk sebagai istilah psikologi. Namun, ini menjadi populer karena kerap digunakan atau dilabelkan oleh orang awam atas hubungan tidak sehat yang mereka jalani.
Senada dengan Rose Mini, Andry, psikiater di Klinik Psikosomatik OMNI Hospital Alam Sutera juga membenarkan hal tersebut.
“Belakangan ini ya (baru ramai soal istilah toxic), 5 tahun belakangan, istilah psikologi ini sebenarnya jadi lebih berkembang. Dalam pelajaran kami juga, di buku textbook itu nggak ada itu istilah toxic positivity, toxic relationship. itu adalah bahasa psikologi populer,” katanya saat dihubungi CNNIndonesia, Kamis (9/12).
“Saya perlu tekankan nih karena nantinya orang mikir seolah oh ini diagnosis. Istilah ini mungkin lebih banyak didapat di kondisi artikel populer. kalau di dalam ilmu kedokteran sendiri ya enggak ada toxic positivity, enggak ada.”
Toxic = Codependent Relationship.
Rose Mini mengungkapkan toxic merupakan istilah lain dari Codependent Relationship. Dilansir dari Medical News Today, Kodependen memiliki arti tidak memiliki identitas, minat, atau nilai pribadi di luar hubungan yang sedang mereka jalani.
Hal ini jugalah yang dijelaskan psikolog yang juga kerap disapa Bunda Romi itu menyebut hubungan di mana satu orang lebih banyak memberi daripada menerima. Tidak bisa mengambil keputusan sendiri dan terlalu bergantung pada pasangan mereka.
“Jadi istilah awamnya dan menjadi tren itu ya dibilangnya toxic nih, racun. Jadi menjalani sesuatu yang beracun makanya dikatakan sebagai toxic,” kata Romi, Kamis (9/12).
Rose Mini mengatakan, Toxic menjadi istilah yang umum di kalangan orang awam karena memang mudah digunakan dan dikatakan. Meski demikian itu bukanlah istilah yang sebenarnya dari masalah psikologis yang dialami seseorang.
Tak sedikit juga, istilah toxic ini malah diterapkan dalam berbagai hal. Hanya karena tidak cocok dengan sesuatu atau tidak nyaman dengan sesuatu langsung menyebut hal ini sebagai toxic, padahal tidak semua hal yang membuat tidak nyaman adalah toxic.
Menambahkan Rose Mini, Andry juga mengungkapkan bahwa istilah ini mulai berkembang lantaran kini semakin banyak orang yang makin menyadari bahwa kesehatan jiwa itu jadi penting.
“Mungkin untuk mengesankan sesuatu yang bombastis ini kita bilang racun dalam hubungan misalnya, atau racun dalam salah satunya perkembangan kejiwaan kita. seolah-olah ini something important, big, dan kata racun seolah jadilebih mengena,” ucapnya.
Sesuatu atau hubungan bisa dikatakan toxic bila salah satu pihak ada dalam kondisi tidak bisa mengatakan apa yang benar-benar mereka inginkan. Terlalu didominasi hingga muncul dorongan untuk melakukan apapun hanya agar pasangan atau seseorang merasa bahagia, tidak marah dan berlaku kasar.
“Singkatnya selalu ada di bawah kendali hingga jadinya stres dan sulit berkomunikasi dengan orang lain. Dia berakhir tak memiliki tanggung jawab atas hidupnya karena disetir orang lain,” ucap Rose Mini.
Denrich Suryadi, psikolog senior di Morphosa, dosen Fakultas Psikologi Untar mengungkapkan ada beberapa ciri lain seseorang bisa dikatakan sebagai toxic people.
“Biasanya mereka orang yang sulit, mengakibatkan banyak konflik, bisa banyak menyebabkan stres, ketidaknyamanan, mungkin ada uka secara emosional, fisik intinya mereka negatif membuat hidup kita nggak akan lebih baik bahkan merugikan. Sometimes membunuh rasa pede, konsep diri, harga diri, hanya karena karena orang itu melempar ‘racunnya’ buat kita.”
Source : cnnindonesia.com