Diskriminasi Wartawan, Mirati Dewaningsih Dinilai Mencederai Demokrasi

Kabaresijurnalis.com, Maluku Tengah-Pernyataan Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI), asal provinsi Maluku, Mirati Dewaningsih (MD), dengan mengatakan bahwa. “ Katong (Kami), bicara lain wartawannya tulisnya lain, jadi jangan ada wawancara lai.”
“Menunjukan pernyataan Mirati Dewaningsih, tidak mendidik, menyesatkan dan mencederai demokrasi. Harusnya dia (MD) tahu bahwa Pers itu kekuatan pilar keempat demokrasi di Indonesia, bukan dicederai dengan mendiskreditkan tugas kerja jurnalis di lapangan.” Penilaian ini disampaikan Ketua Bidang Advokasi Persatuan Wartawan Indonesia Kabupaten Maluku Tengah (PWI Malteng), Christian Jossy Tuhuleruw, kepada media ini, Senin, (5/08/24), di Masohi.
Sebagai sosok publik figur yang sementara ini berproses sebagai Bakal Calon (Balon), Bupati Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), kata kang Jossy, Ibu Mirati Dewaningsih, harus menjaga demokrasi dengan baik. Bukan dengan enaknya mendiskreditkan tugas-tugas kerja-kerja jurnalis dilapangan dengan menggeneralisasi seluruh wartawan, dan ini membuat Pers Indonesia tersinggung.
“Sebagai publik figur, Ibu Mirati Dewaningsih jangan membuat Pers Indonesia tersinggung, harus tahu bahwa pers mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Hal ini diatur dengan jelas dalam Undang-Undang No 40 Tahun 1999 pada pasal 3 ayat 1. Biar masyarakat tahu dan tidak ikut-ikutan mendisriminasi kerja wartawan dengan cara-cara yang tidak etis,” tegasnya.
“Jika ada pemberitaan yang dinilai keliru tidak sesuai pernyataan narasumber, Ibu Mirati Dewningsih boleh meminta wartawan yang bersangkutan mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat. Wartawan akan melayani karena sesuai dengan Kode Etik Jurnalis (KEJ), dan wartawannya menyampaikan permintaan maaf kepada pembaca atas kekeliruan yang ditulis,” jelasnya.
Dalam demokrasi moderen lanjut kang Jossy, setiap orang sudah melek demokrasi, bukan hanya kaum intelektual saja, masyarakat pinggiran hingga dipelosok desa sudah faham demokrasi dan mengerti tugas wartawan.
“Mereka yang setiap hari berkeringat di ladang, terus mengharapakan peran pers menyuarakan nasib mereka biar diketahui pemangku kepentingan di Negara ini. Sementara mereka yang setiap hari diruang ber AC dari hasil keringat rakyat, tidak memberikan nilai plus kepada tugas wartawan, sebaliknya mencibir,” sindirnya. KJ.07)