Mencari Penyelenggara Pemilu 2024
Nur Elya Anggraini
Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Timur
KabaresiJurnalis – SEBANYAK 629 orang bakal calon anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) masa jabatan 2022-2027 dinyatakan lolos administrasi, dengan rincian 352 mendaftar di KPU, dan 277 lainnya di Bawaslu. Mereka juga telah mengikuti tes tulis dan psikologi dan tinggal menunggu hasilnya diumumkan pada 3 Desember 2021. Akan terpilih 20 orang calon anggota KPU dan 28 calon anggota Bawaslu. Siapa yang layak untuk menyelenggarakan Pemilu 2024?
Seluruh pendaftar telah mengikuti tahapan seleksi yang menguji kualitas, integritas dan rekam jejak. Dari timline yang dibuat oleh tim seleksi (timsel) pada 7 Januari 2022 nanti nama yang terpilih di timsel akan diserahkan kepada presiden.
Seleksi tersebut membutuhkan masukan publik. Harapannya jelas dan terukur. Penyelenggara pemilu terpilih harus memiliki kemampuan dan energi besar demi menyukseskan pesta demokrasi yang diprediksi menjadi paling rumit sepanjang sejarah republik ini.
Pada 2024 nanti kita akan memilih presiden dan wakil presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) tingkat Provinsi, dan Kabupaten/Kota dalam satu hari. Kemudian di tahun yang sama akan dilanjutkan dengan pemilihan gubernur di 34 provinsi dan pemilihan kepala daerah untuk 514 Kabupaten/Kota se-Indonesia.
Secara teknis pelaksanannya akan rumit. Walau aturan-aturan teknis tentang tahapan pemilu dan pilkada belum terbit, besar dugaan gelaran pemilu dan pilkada akan beririsian. Kalkulasi sederhana, bila dalam pemilu dengan 5 kotak nanti akan ada ketidakpuasaan yang harus diselesaikan di Mahkamah Konstitusi (MK), maka penyelenggara akan terpecah fokusnya pada tahapan pilkada dalam waktu yang bersamaan.
Belum lagi detail teknis lainnya yang harus diurai. Pengalaman Pemilu 2019 lalu saja dengan memilih 5 kotak berdampak pada gugurnya sekitar 500 penyelenggara di tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS). Hal yang membuat miris, mereka gugur bukan karena korban kekisruhan, tetapi akibat kekeliruan manajemen. Tentu penyelenggara Pemilu 2024 nanti harus mengurai benang kusut ini.
Keserentakan pilkada dan pemilihan gubernur di seluruh Indonesia adalah tantangan lain. Suhu politik yang belum reda karena pemilu akan dilanjutkan dengan kontestasi tingkat lokal, berpotensi cukup besar terjadi pembelahan di aras nasional yang akan dibawa dalam konteks lokal. Apalagi pada 2024 nanti akan menjadi tarung bebas untuk setiap peserta.
Di aras nasional petahana, tidak boleh mencalonkan diri lagi sesuai konstitusi. Di tingkat provinsi, kabupaten dan kota, walau ada petahana tetapi masa akhir jabatannya ada yang berakhir pada 2022 dan 2023. Kontestasinya akan berbeda dengan Pilkada 2020 lalu. Usaha dan kehendak untuk memenangkan kontestasi lebih besar. Kecil dugaan pelanggaran menggiring birokrasi untuk kepentingan petahana.
Source : sindonews.com