Proyek Pagar Makam Negeri Haya Tidak Bertuan, Pekerjaan Tidak Sesuai Bestek
Kabaresijurnalis.com, Maluku Tengah– Proyek pembangunan pagar makam Negeri Haya Kecamatan Tehoru Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) Provinsi Maluku, tahun 2022, milik Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang (PUPR) Malteng, ternyata proyeknya tidak bertuan.
Pasalanya, sejak proyek pembangunan itu mulai dibangun pada akhir September, tidak ada papan nama proyek yang terpasang. Bahkan hingga proyek selesai di bangun pada pertengahan bulan Oktober, papan nama proyek belum juga dipasang.
Alhasil, masyarakat tidak ada yang mengetahui perusahan mana yang bertanggung jawab sebagai pelaksana proyek, dan berapa nilai rupiahnya serta berapa volume panjang pekerjaan proyek tersebut.
Dari pantauan media kabaresijurnalis.com, di lokasi pekerjaan proyek, terlihat proyeknya sudah selesai dikerjakan, namun belum ada pengecetan, hanya sudah di aci menggunakan semen.
Dilokasi sudah tidak terlihat lagi para pekerja, bangunan dengan panjang kurang lebih 80 Meter dengan tinggi 1.30 Meter. Hanya saja tidak terlihat di lokasi, ada papan nama proyek yang terpampang selayaknya proyek-proyek yang dibangun.
Padahal, setiap pelaksana dari perusahan yang dipercayakan pemerintah untuk melaksanakan proyek, wajib memasang papan nama proyek. Sebab papan nama proyek sudah ada dan tertuang dalam Rancana Anggaran Biaya (RAB), dari proyek yang dikerjakan. Tujuannnya , agar masyarakat dapat mengetahui dengan jelas, baik perusahan pelaksana maupun berapa besar anggaran serta volume, termasuk waktu pelaksanaan proyeknya.
“Sejak awal pembangunan, mulai pemasangan boblang, sampai selesai pekerjaan, tidak ada papan nama proyek yang dipasang. Jadi kita tidak tau siapa dan perusahan milik siapa yang mengerjakan proyek Pagar makam di Negeri Haya. Masyarakat tau ada pembangunan pagar makan, tapi tidak tau berapa besar nilai pekerjaanya.” Kata salah satu warga sekitar makam yang enggan menyebutkan namanya kepada kabaresijurnalis.com, Minggu pekan kemarin di Haya.
Sejak awal dimulai pekerjaan kata dia, ada petugas atau pengawasa dari Dinas PUPR Malteng, namun setelah itu tidak ada yang datang untuk mengontrol atau mengawasi pekerjaan, alhasil dikerjakan sesuai keinginan pelaksana dilapangan.
“Pengawas dari Dinas PUPR Malteng awal dan akhir pekerjaan saja mereka datang dan foto pekerjaan, namun sejak proyek dikerjakan pengawas tidak perna hadir sehingga tidak ada pengawasan,” ucapnya.
Menurutnya, bukan hanya papan nama proyek yang tidak dipasang, diduga pekerjaanya juga dikerjakan tidak sesuai bestek atau Rencana Anggaran Biaya (RAB) dari proyek tersebut.
“Katong lihat pondasinya hanya digali 20 CM, kemudian saat pemasangan batu, campuran semen ada yang menggunak campuran semen 1 sak dengan pasir 5 Argo bahkan 6, begitu juga saat plesteran, campuran digunakan tidak sesuai hanya 1 semen dan 5 pasir. Padahal biasanya itu, dimana-mana proyek pastinya menggunakan campuran 1 semen dengan 3 pasir, kalau mau cari untung ya bisa 4 pasir, apalagi kerja di negeri sendiri,” protesnya.
Tidk hanya itu lanjut nya, besi yang digunakan itu ukuran besi 10 dan besi 8 untuk behelnya, kenyataan pada pekerjaan saat besi ukuran 10 habis, mereka hanya menggunakan besi 8 atau mereka campur.
“Ukuran besi yang digunakan itu besi 10 dan besi ukuran 8 untuk behelnya, kenyataan saat besi ukuran 10 habis, mereka lanjut kerja menggunakan ukuran besi 8 atau mereka campur. Ini kan tidak bisa, kalau besi ukuran 10 habis ya harus beli bukan paksakan untuk menggunakan besi ukuran 8, itu menyalahi,” terangnya.
Sementara itu, Hunaiza Lewenussa, selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada proyek tersebut, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa, dirinya baru mengetahui jika papan nama proyek tidak dipasang, padahal itu wajib dipasang.
“Saya juga sudah tidak ingat nama perusahan yang mengerjakan proyek itu, pengawas yang tau, untuk nilainya itu Rp. 183,000.000, dan panjangnya itu 77 Meter, soal papan proyek wajib dipasang, saya baru tau kalu tidak dipasang,” kesalnya.
Terkait pengawasan kata Lewenusa, pengawasnya sudah melaksanakan tugasnya pada saat awal pemasangan boplang mereka turun, dan hanya pada saat akhir pekerjaan turun dan mengambil gambar selesainya pekerjaan.
“Kelemahannya karena pengawas turun kan harus menggunakan SPPD, tidak ada SPPD sehingga pengawas hanya turun ke lokasi itu hanya awal dan akhir saja, dan tidak mengetahui kondisi pekerjaan di lapangan,” akuinya.
Ditanya soal pekerjaan tidak sesuai bestek, ada campuran yang tidak benar dan menggunakan besi tidak sesuai. Leweanussa mengatakan, pihaknya akan mengecek ke pengawas meski pekerajaan sudah selesai dikerjakan.
“Campuran untuk pemasangan bata maupun plesteran itu menggunakan campuran 1 semen dan 3 pasir, dan untuk besinya menggunakan besi ukuran 10 dan ukuran besi 8 untuk behelnya. Jika kontraktor menggunakan lain atau campur besi dan campuran semen tidak sesuai maka itu salah dan akan kami turan untuk mengeceknya,” tegasnya. (KJ.Nia/Mg)